SELAMAT DATANG DI GROW REKOLEKSI ,PELATIHAN SDM DAN MOTIVASI GROW REKOLEKSI MOTIVASI - INSPIRASI: KERJA DAN PROFESI

Selasa, 18 Mei 2010

KERJA DAN PROFESI


Pada umumnya, seseorang menjadi pekerja pada rentang usia atau masa dewasa, antara 18 - 40 tahun; usia pertengahan, 40 - 60 tahun, kemudian memasuki pensiun pada usia 55 - 60 tahun. Akan tetapi, pada kondisi tertentu, ada banyak orang telah dan tetap bekerja [dalam arti mencari nafkah] sebelum dan sesudah rentang usia tersebut. Kerja [dan bekerja] selalu berhubungan dengan profesi. Dan rata-rata orang Indonesia, termasuk orang Kristen, bekerja dan menekuni profesinya pada rentang usia 20 an sampai 60 an.


PROFESI
Profesi [Latin, profesus] artinya mengakui iman atau orang yang melakukan pengakuan iman secara terbuka di hadapan publik. Istilah ini pada mulanya dipakai dalam konteks kekristenan mula-mula sampai abad ke 4 Masehi. Dengan demikian, pejabat agamawi dipandang sebagai profesi yang mula-mula.
Profesi adalah pekerjaan [tertentu] yang menjadi panggilan hidup seseorang; yang seseorang pilih dengan penuh kesadaran; mengandung nilai kemandirian, kepuasan dan ekonomi, serta berguna untuk [kelangsungan] hidup dan kehidupan. Seseorang yang melaksanakan profesinya dengan baik-benar-konsisten-kontinyu, disebut professional. Seorang profesional mempunyai beberapa ciri, antara lain, adanya keahlian yang didapat melalui pendidikan terstruktur dan baku; kegiatan berkelanjutan yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan hidup; mempunyai kaitan dengan bidang-bidang lain dalam masyarakat; mempunyai nilai kepuasan dan ekonomis yang [sengaja] dipilih sebagai panggilan dalam hidup hidup dan kehidupan sosial. Beberapa hal penting yang berhubungan dengan profesi seseorang, antara lain,

1. Input yang diterima dari lembaga yang mendidik. Input ini berupa kelengkapan pengetahuan dan ketrampilan. Walau sudah tamat dari institusi pendidikan, seorang profesional, harus tetap belajar untuk meningkatkan pengetahuan baru yang berhubungan dengan profesinya.
2. Taat dan setia pada kode etik profesi. Adanya sejumlah nilai yang disepakati bersama oleh pengemban profesi sebagai kode etik. Setiap pekerja dan profesi mempunyai keterikatan tertentu dan khas sebagai kode etik dalam profesinya. Semua profesi mempunyai kode etik yang tertulis. Kode etik itu dan harus diatati oleh mereka yang terikat di dalamnya, misalnya kode etik kedokteran, kode etik pengacara, dan lain-lain. Namun, perlu diingat juga bahwa ada kode etik yang tidak tertulis di atas kertas tetapi di hatinya, yaitu hati yang melayani TUHAN Allah, nyata melalui panggilan pelayanan dan kesaksian kepada semua orang.
3. Kemampuan adaptasi serta tidak terpengaruh lingkungan. Seorang yang profesional harus mepunyai kepekaan terhadap lingkungan di mana ia berada; mampu beradaptasi di [hampir semua] lingkungan sosio-kultural di tempat ia bekerja. Tetapi bukan berarti [terjadi adaptasi yang salah kaprah] ia terjerumus dalam lingkungan sosial dan masyarakat yang kacau. Ia harus menjadi garam dan terang bagi semua yang ada di sekitarnya.
4. Komitmen pada panggilan profesi yang dipilih. Mungkin saja seorang yang profesional, akan mendapat pandangan dari orang lain [misalnya tentang konsep kesuksesan serta keberhasilan], bahwa profesinya tidak menjanjikan atau menghasilkan materi yang banyak. Namun, jika seseorang [dengan alasan-alasan tertentu] sudah memilih berprofesinya, maka ia harus memiliki komitmen tinggi terhadap pilihan yang sudah diambil dan dijalaninya. Komitmen terhadap profesisi, bukan saja urusan pekerjaan atau nafkah, tetapi karena ia harus mengerjakan pelayanan dan kesaksiannya. Dengan demikan, akan menghasilkan sesuatu yang tidak sia-sia, “Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan TUHAN jerih payahmu tidak sia-sia,” 1 Korintus 15:58.

Seseorang melaksanakan profesinya dengan baik-benar-konsisten-kontinyu, disebut professional. Seorang profesional mempunyai ciri-ciri keahlian yang diperoleh dari pendidikan terstruktur dan baku; keahlian tersebut menjadi sumber nafkah utama pengemban profesi; yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dalam masyarakat; serta yang dipilih sebagai panggilan hidup. Dalam keadaan itu, umat beragama bisa menjadi teladan ketika ia menjalankan profesinya. Hal itu dengan berbagai cara, antara lain,

* menjalankan profesinya sebagai suatu panggilan dan pelayanan kepada TUHAN, yang diwujudnyatakan ketika berhadapan atau berhubungan dengan masyarakat;
* menunjukkan dan menjalankan peran sosial yang holistik, misalnya ketika terjadi bencana alam, pada sikon ini, peran sosial agama [umat beragama] akan sangat nampak sebagai bentuk kesetiakawanan sosial yang tertuju kepada seluruh umat manusia tanpa memandang latar belakang SARA
* ketaatan-kesetiaan pada kode etik profesinya; kode etik profesi merupakan ikatan serta peraturan moral yang tertulis maupun tidak untuk seorang profesional; tanpa ketaatan dan kesetiaan, maka seorang profesional mudah terjerumus ke dalam berbagai lubang kejatuhan yang ada di sekitarnya; umat beragama selayaknya menghindari, bahkan tidak boleh mencoba, memasuki lubang-lubang kejatuhan seperti KKN, manipulasi, kemalasan dan ketidakdisiplinan, pementingan diri, penjilat, asal atasan senang, dan lain sebagainya
* kemampuan adaptasi tetapi serta tidak terpengaruh lingkungan [yang bisa saja membuka peluang terhadap penyimpangan etika dalam kerja]; lingkungan dan suasana kerja serta pekerja, saling mempengaruhi; dan jika hal-hal negatif yang dominan, maka akan merusak lingkungan dan suasana kerja dan pekerja
* komitmen pada panggilan profesi yang dipilihnya; tetap mempertahankan kebenaran ketika menjalankan profesi; dalam koteks ini, ia tetap jujur ketika merajalelanya ketidakjujuran, ketidakadilan, penyimpangan, serta KKN; mampu menjaga diri sehingga tidak terjerumus dalam berbagi bentuk penyimpangan dan pelanggaran hukum

KERJA

“... engkau akan mencari rejekimu dari tanah seumur hidupmu,” Kej 3 : 17.
Bila memahami secara positif bagian kalimat penghukuman ini, maka akan menemukan makna bahwa manusia harus bekerja untuk meneruskan hidup dan kehidupannya. Ini juga bisa bermakna bahwa, TUHAN Allah menghendaki agar manusia [sesuai kemampuannya] harus berkerja dalam hidup dan kehidupannya.
Sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, kerja merupakan mengelola dan menata hasil ciptaan, Kej 1:28, 2:15. Setelah kejatuhan, pekerjaan merupakan upaya atau usaha agar mampu meneruskan hidup dan kehidupan. Artinya, melalui kerja manusia bisa bertahan ataupun beriteraksi dengan lingkungan dan ciptaan TUHAN lainnya; sekaligus sebagai salah satu cara memuliakan TUHAN. Oleh sebab itu, sebagai seorang yang telah menjadi milik TUHAN Allah melalui Kristus, ada suatu nilai teologis dalam kerja. Hal tersebut, antara lain,
Kerja sebagai menjalankan tugas dalam dunia milik TUHAN
Hal ini berarti, segala atau semua pekerjaan dan profesi [yang baik dan benar] manusia merupakan pelaksanaan tugas dari TUHAN Allah kepadanya; Ia yang memiliki dan memberi pekerjaan, oleh sebab itu manusia harus bekerja dengan sebaik mungkin, karena sekaligus sebagai penghormatan kepada-Nya. TUHAN Allah yang memberi kemampuan kepada manusia sehingga mampu menjalankan tugas dan kerja dengan baik dan benar.
Bekerja merupakan tanggung jawab
Bekerja dapat bermakna tanggung jawab manusia kepada TUHAN, sekaligus sebagai ungkapan syukur karena anugerah TUHAN kepada manusia. Dengan itu, memunculkan kesadaran bahwa semua pekerjaan [yang baik dan benar, yang paling sesederhana pun atau mendapat upah yang kecil] meupakan pemberian dan kehendak TUHAN. Karena sebagai pemberian TUHAN, makan manusia yang bekerja, harus dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Pertanggungjawaban tersebut memang tidak dituntut oleh TUHAN pada sikon kekinian [ketika seseorang sementara bekerja], namun dimasa yang akan datang, disaat manusia berhadapan dengan-Nya.
Bekerja adalah panggilan
Menurut Martin Luther, seluruh hidup dan kehidupan manusia, termasuk kerja adalah panggilan TUHAN Allah; Ia yang memanggil dan menentukan agar manusia bekerja sesuai maksud dan tujuan-Nya. Bagi Luther, setiap atau semua orang Kristen memiliki suatu panggilan, dan dapat diwujudkan dalam pekerjaan sehari-hari yang nilainya sama dengan seorang imam. Suatu [tiap-tiap] pekerjaan memiliki keterikatan dan keterkaiatan dengan bidang-bidang lain, kepekaan terhadap sikon sosial dan ekonomi, serta tanggung jawab dan pemeliharaan lingkungan.
Bekerja adalah melayani dan pelayanan [ministry dan service]
Dalam anggapan umum, pekerjaan selalu mendapat upah atau sejumlah uang. Namun, pada kenyataannya tidak semua pekerjaan menghasilkan upah, tetapi juga kepuasan, keindahan, dan ketertiban ataupun orang lain merasa nyaman. Misalnya, seorang isteri yang bekerja di rumah, ia tidak menuntut upah dari suaminya, namun mendatangkan keindahan serta kenyamanan pada seluruh anggota keluarga. Pada konteks itu, sang ibu rumah tangga telah melakukan ministry atau melayani seluruh isi rumah. Berbeda dengan pembantu rumah tangga, ia melakukan service atau pelayanan karena ada upah yang akan didapatkannya.
Kerja dan hasil-hasil pekerjaan merupakan salah satu upaya untuk mencukupi dan memenuhi kebutuhan hidup dan sekaligus perbaikan keadaan sosial-kultural manusia. Kerja mempunyai nilai kepuasan dan ekonomi, sehingga merupakan usaha untuk mencapai kesejahteraan serta perubahan kualitas hidup dan kehidupan. Nilai kepuasan dan ekonomi tersebut dirasakan [berdampak] pada orang yang bekerja serta institusi yang memberikan pekerjaan. Kepuasan karena mendapat upah yang layak serta sesuai tingkat pendidikan, ketrampilan dan kemampuan pekerja. Serta nilai kepuasan ekonomi yang didapat pemberi pekerjaan karena adanya keuntungan dari hasil kerja para pekerja.
Kerja [dan juga profesi] merupakan suatu tugas yang mempunyai makna, tujuan, dan nilai ganda; yaitu nilai kemanusiaan yang menyangkut sosial, ekonomi, budaya; serta nilai Ilahi. Kerja mengandung nilai kemanusiaan, karena merupakan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya; serta melalui hasil [upah yang didapat] kerja, kehidupan dapat terus berlangsung. Kerja mempunyai nilai Ilahi, karena merupakan tugas dan panggilan TUHAN; artinya melalui kerja manusia melaksanakan tugas dalam dunia milik TUHAN, dan pada saatnya ia harus mempertanggungjawabkan kepada-Nya.
Karena adanya nilai ganda dalam bekerja tersebut, maka hasil kerja berupa upah, jasa, dan kepuasan dapat bermanfaat untuk orang lain, misalnya, anggota keluarga, masyarakat, maupun keuntungan pada pemberi kerja. Hasil kerja bisa juga difungsikan untuk memuliakan TUHAN Allah, misalnya perpuluhan, ungkapan syukur, sumbangan uang kepada institusi keagamaan.


0 komentar:

Posting Komentar